Dari Rajâ` bin ‘Umar an-Nakha’iy, dia berkata,
“Di Kufah ada seorang pemuda berparas
tampan, sangat rajin beribadah dan sungguh-
sungguh. Dia juga termasuk salah seorang
Ahli Zuhud. Suatu ketika, dia singgah
beberapa waktu di perkampungan kaum
Nukha’ lalu –tanpa sengaja- matanya melihat
seorang wanita muda mereka yang berparas
elok nan rupawan. Ia pun tertarik dengannya
dan akalnya melayang-layang karenanya.
Rupanya, hal yang sama dialami si wanita
tersebut. Pemuda ini kemudian mengirim
utusan untuk melamar si wanita kepada
ayahnya namun sang ayah
memberitahukannya bahwa dia telah
dijodohkan dengan anak pamannya
(sepupunya).
Kondisi ini membuat keduanya
begitu tersiksa dan teriris.
Lalu si wanita mengirim utusan kepada si
pemuda ahli ibadah tersebut berisi pesan,
‘Sudah sampai ke telingaku perihal
kecintaanmu yang teramat dalam kepadaku
dan cobaan ini begitu berat bagiku disertai
liputan perasaanku terhadapmu. Jika
berkenan, aku akan mengunjungimu atau aku
permudah jalan bagimu untuk datang ke
rumahku.’ Lantas dia berkata kepada
utusannya itu, ‘Dua-duanya tidak akan aku
lakukan.
Dia kemudian membacakan firman-
Nya, ‘Sesungguhnya aku takut siksaan pada
hari yang agung jika berbuat maksiat kepada
Rabbku.’ (Q.s.,az-Zumar:13)
Aku takut api
yang lidahnya tidak pernah padam dan
jilatannya yang tak pernah diam.’
Tatkala si utusan kembali kepada wanita itu,
dia lalu menyampaikan apa yang telah
dikatakan pemuda tadi, lantas berkatalah si
wanita,
‘Sekalipun yang aku lihat darinya dirinya
demikian namun rupanya dia juga seorang
yang amat zuhud, takut kepada Allah?
Demi Allah, tidak ada seorang pun yang merasa
dirinya lebih berhak dengan hal ini (rasa takut
kepada Allah) dari orang lain.
Sesungguhnya
para hamba dalam hal ini adalah sama.’
Kemudian dia meninggalkan gemerlap dunia,
membuang semua hal yang terkait
dengannya, mengenakan pakaian yang terbuat
dari bulu (untuk menampakkan kezuhudan)
dan berkonsentari dalam ibadah. Sekalipun
demikian, dia masih hanyut dan menjadi kurus
kering karena cintanya terhadap si pemuda
serta perasaan kasihan terhadapnya hingga
akhirnya dia meninggal dunia karena
memendam rasa rindu yang teramat sangat
kepadanya.
Sang pemuda tampan pun sering berziarah ke
kuburnya. Suatu malam, dia melihat si wanita
dalam mimpi seolah dalam penampilan yang
amat bagus, seraya berkata kepadanya,
‘Bagaimana kabarmu dan apa yang engkau
temukan setelahku.?’ Si wanita menjawab,
Sebaik-baik cinta, adalah cintamu wahai
kekasih
Cinta yang menggiring kepada kebaikan dan
berbuat baik
Kemudian dia bertanya lagi, ‘Ke mana kamu
akan berada.?’ Dia menjawab,
Ke kenikmatan dan hidup yang tiada habisnya
Di surga nan kekal, milik yang tak pernah
punah
Dia berkata lagi kepadanya, ‘Ingat-ingatlah
aku di sana karena aku tidak pernah
melupakanmu.
’ Dia menjawab, ‘Demi Allah,
akupun demikian. Aku telah memohon
Rabbku, Mawla -ku dan kamu, lantas Dia
menolongku atas hal itu dengan
kesungguhan.’ Kemudian wanita itupun
berpaling. Lantas aku berkata kepadanya,
‘Kapan aku bisa melihatmu.?’ Dia menjawab,
‘Engkau akan mendatangi kami dalam waktu
dekat.’
Rupanya benar, pemuda itu tidak hidup lama
lagi setelah mimpi itu, hanya tujuh malam.
Dan, setelah itu, dia pun menyusul, berpulang
ke rahmatullah.
Semoga Allah merahmati
keduanya.
(Sumber: al-Maw’id Jannât an-Na’îm karya
Ibrâhîm bin ‘Abdullah al-Hâzimy, ha.14-15,
sebagai yang dinukilnya dari bukunya yang
lain berjudul Man Taraka Syai`an Lillâh
‘Awwadlahullâh Khairan Minhu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar